Monday 10 May 2010

bye bye rumah kebon pala

saya mau bercerita tentang rumah yg puluhan tahun bersama saya. beralamat di jl. kebon pala III no 2, jatinegara, jakarta timur 13320 (saya menyebutnya rumah kebon pala), rumah bercat putih ini menempati lahan seluas 500m2, menghadap ke timur, berpagar hitam dengan gereja kecil di sampingnya. menurut cerita, rumah ini dibangun tahun 1950-an pada masa kejayaan kakek buyut saya.

sejak saya bisa mengingat - kira2 umur 3thn - saya sudah ada di rumah kebon pala. dia penuh dihuni dari kakek, nenek, mama - papa, 2 org paman dan 4 org bibi. yg tidak tinggal disana 'hanya' 1 org bibi saya yg sudah menikah (anaknya 2 thn di atas saya) dan 1 org bibi saya yg telah meninggal (saya hanya tahu dari cerita2 saja mengenai bibi yg mati muda ini).

saat saya berusia 5th, rumah kebon pala penuh dengan keriaan. setiap hari sepulang sekolah, saya bermain di halaman yg luas, ada pohon belimbing wuluh, jambu klutuk, dan mangga. ada teras depan rumah - bagian depannya berbatu2 kasar - yg jadi tempat saya memarut belimbing. ada batu kecil unik di dekat jemuran baju yg jadi tempat saya bermain masak2an, hmmm waktu itu memasak adalah mengulek batu bata hingga halus lalu dicampur dgn daun2an, jambu2 kecil atau mangga kecil yg jatuh di tanah. saya kadang berlarian mengitari rumah dari pintu depan ke pintu belakang, berpura2 jadi detektif yg menyelidiki penjahat ke sudut2 rumah berkamar 6 ini. kalau hujan deras mengguyur, saya pasti minta digendong di punggung nenek, lalu melihat rinai hujan di pintu belakang -awal kecintaan saya pada hujan, bau tanah dan rumput basah setelahnya - . berbagai kebiasaan saya juga dimulai di rumah ini. dari hobby makan mangga muda, belimbing dengan garam (ups rasa asam nya sampai ke otak, hahaha), hingga merenung tentang kehidupan di depan jendela depan (kehidupan dari mata anak 5 th yah). tanda bekas luka di kening dan lutut juga saya dapatkan disini. intinya segala permainan yg saya butuhkan ada di rumah ini, ada di halaman yg sanggup menampung 3 mobil.

kemudian saya pindah ke magelang, menuntaskan pendidikan sd hingga sma selama 12th. dalam kurun waktu itu saya selalu kembali pulang ke rumah kebon pala saat libur panjang sekolah. berada sebulan penuh disana. menikmati kekangenan pada tukang baso yg mangkal di depan rumah, es krim baltic keliling, roti kampung sore hari. pada masa itu rumah kebon pala membanggakan bagi saya. besar, kokoh, ada di jakarta (well, ibukota negara lho, hahaha). pada masa itu pula rumah ini menyaksikan pernikahan paman saya. senangnya pakai baju bagus seperti cinderella cukup buat saya, meski belakangan pernikahan ini membuat hubungan nenek dan paman memburuk dan paman pindah dari rumah.

rumah kebon pala menjadi saksi, saat meja makan panjang di ruang tengah yg tadinya selalu penuh orang saat waktu makan, perlahan2 sepi. orang2 menjauh, makan bersama sudah tidak ada lagi, mereka mulai berhenti menjadi keluarga.

saat lulus sma bertepatan dengan berpulangnya papa, saya kembali ke rumah kebon pala. dari sisa2 uang yg ada, saya - bertiga dengan mama dan adik perempuan - menempati gudang di balakang rumah yg disulap menjadi paviliun 1 kamar. bertiga kita tinggal di satu2nya kamar ber-AC , sambil berjuang untuk hidup yg lebih baik, saya meneruskan kuliah dan mama mengajar privat mandarin. saat itu rumah kebon pala adalah satu2nya tempat yg saya kenal, yg membuat saya merasa aman, di tengah kebingungan bagaimana mencari uang.

rumah kebon pala menampung saya hingga lulus kuliah dan bekerja. setelah itu hidup saya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. saya mulai melupakan rumah kebon pala.

ada masanya saya bosan dan ingin keluar dari rumah kebon pala. orang2 yg tidak juga berkembang, hubungan keluarga yg kian memburuk, situasi keuangan yg krisis, membuat saya menyalahkan rumah kebon pala. ach, naif yah...saya tidak mau berpikir rumah kebon pala hanya mengikuti keinginan pemiliknya.

kurun waktu th 2000-2005 adalah masa sulit buat rumah kebon pala. dua kali diterjang banjir besar membuat ia terlihat tua dan tak terurus. kayu2 penyangga lapuk dimakan rayap, dinding retak, dan warna kusam terlihat dimana2. pun tak ada yg dilakukan para penghuninya.

hingga 2006 saya pindah, memulai perusahaan baru bersama teman. awal2nya saya masih menyempatkan menengok rumah kebon pala saat akhir pekan, lalu lama kelamaan saya mulai mencari berbagai alasan untuk tidak berkunjung. rumah kebon pala sama sekali tidak menarik lagi bagi saya. saya melupakan dia. saya terbuai dengan rumah2 baru dengan tampilan modern. saya memulai mimpi saya tentang rumah saya sendiri nanti.

waktu berjalan hingga suatu hari rumah kebon pala bukan lagi milik keluarga saya. ya, rumah kebon pala dijual. saya tidak pernah menyangka saat ini akan datang. meski memiliki segala keterbatasan, rumah kebon pala masih menghasilkan nilai milyaran rupiah. nilai yg lebih dari cukup utk keluarga saya memiliki hidup baru yg lebih baik.

kemarin malam saya datang. rumah kebon pala sudah kosong. tak ada lagi kaca bulat besar dengan jam antik di atasnya. dalam keheningan itu saya merasakan kehangatan yg sama seperti saat bocah. saya pegang dinding2nya, saya lewati lorongnya, rasanya seperti memutar film di kepala saya. rumah ini menjadi saksi hidup saya 35th. segala perjalanan hidup dan emosi saya terukir disini.

besok, 11 mei 2010, rumah kebon pala resmi menjadi milik orang lain. dari yg saya dengar, akan dibangun gereja besar disana. semoga rumah kebon pala kembali seperti dulu, memberi kehangatan , keriaan yg hidup. semoga dia bahagia dengan pemilik barunya. besok, tak ada lagi rumah kebon pala. bye bye rumah kebon pala. terima kasih telah menjadi bagian dari hidup saya. saya tetap tak ingin memanggilnya bekas rumah saya. bagaimanapun rumah kebon pala menyimpan hati saya.