Saturday, 2 October 2010

make time

Saya ingin bercerita tentang 4 Desember 1992.Hari itu papa saya berpulang.Saya libur pada jumat itu karena esok hari saya menghadapi ujian semester matematika.Saya memulai hari dengan bangun siang, kemudian bermalas2an mendengar musik.Ajakan papa untuk makan siang bersamanya, saya tolak, nanti sajalah, makan malam juga bisa.Kemudian saya pergi bersama mama, saat itu papa sempat mengomentari saya sudah lebih tinggi dari mama.Tapi karena terburu-buru, saya tidak sempat melihat senyum papa.

Sore hari, sepulang belajar bersama, saya kembali terburu-buru menyalakan TV karena acara musik mingguan favorit sudah mulai. Papa menawarkan diri memasak air panas untuk mandi saya, tapi saya hanya mengangguk tanpa ucapan terima kasih.

Tak lama setelah itu papa terkena serangan jantung pertama dan terakhirnya.Dalam hitungan waktu 1,5jam papa pergi.Malam itu, saat saya kembali ke rumah, air yang papa masak untuk saya masih hangat.

Papa saya seorang penyayang.Meski sibuk berkeliling dari kota ke kota, saya tidak pernah merasa kehilangan cinta. Papa selalu punya waktu untuk saya. Dari menonton TV bersama, mengagumi bulan purnama, kecupan di kening setiap malam, hingga berbagi teh panas.Papa meluangkan waktu untuk saya.Tapi saya tidak.

Kalau saja saya mau, saya tentu bisa menghabiskan makan siang terakhir bersamanya dan bukan menunggu makan malam yang tak pernah akan ada lagi.Kalau saja saya mau, saya pasti sempat melihat senyum papa terakhir dan tatapan bangganya.Kalau saja saya mau, saya bisa menunda menonton acara TV yang hingga kinipun masih bisa saya nikmati, dan Papa pasti sempat melihat saya menggunakan air panas yg dimasaknya.

Sejak itu saya berjanji, for those who are close to my heart I'll make time.Saya ingin tersenyum mengingat semua kenangan indah bukan menangis menyesali hal yang tak sempat saya lakukan untuk mereka.